Rabu, 24 Maret 2010

Subkultur Punk Sebagai Suatu Kenakalan Anak

Subkultur Punk Sebagai Suatu Kenakalan Anak

Punk menjadi suatu kultur yang dianggap menyimpang dalam masyarakat. Penilaian ini dapat terjadi berawal dari semangat memberontak dan anti kemapanan, sedangkan kemapanan adalah hal yang menjadi tujuan hidup dalam masyarakat industri. Pemberontakan ini mengakibatkan adanya anggapan dari masyarakat modern yang biasanya hidup dikawasan perkotaan dan tidak lepas dari kehidupan industrialisasi bahwa budaya Punk adalah budaya yang menyimpang. Dari sini akan timbullah suatu bentuk delinquent subculture yang muncul di masyarakat.
Di Jakarta Komunitas Punk terkadang di justifikasi sebagai pembuat onar dan kekacauan seperti dalam suatu pengalaman yang dikutip dari laporan Bisik.com tentang acara punk di Senayan:
“Ibu dari seorang teman saya yang kebetulan lewat jalan itu untuk suatu keperluan bahkan sempat menelepon beberapa orang kerabat dan anaknya untuk memberitahukan agar mereka pada hari itu menghindari areal Senayan yang menurutnya “dipenuhi gerombolan massa anak-anak muda yang tidak jelas juntrungannya di sana”.
Namun memang tidak dipungkiri terkadang terjadi keributan dalam acara-acara semacam ini "melihat segala keributan dan kerusuhan remeh-temeh yang selalu terjadi di even-even punk rock (masih ingat even STOP THE CONFLICT di Moestopo tahun lalu ? 1000 massa punks versus 3 truk tronton aparat kalap. Skor akhir : 5 anak punk menderita luka-luka akibat berondongan pelor karet aparat)”
Dari keributan-keributan seperti itu maka akan timbul Prejudice dari masyarakat bahwa Punk identik dengan kekerasan. Namun Kekerasan itu sendiri ditentang oleh Punkers atau anak Punk (sebutan bagi anak-anak bergaya hidup Punk). Bagi mereka kekerasan hanyalah suatu tindakan bodoh namun entah mengapa selalu terjadi keributan dalam suatu event atau acara musik yang diadakan oleh mereka. Kekerasan yang mereka lakukan kadang muncul sebagai pengaruh minuman keras. Minuman keras sudah tidak terlepas dari kehidupan mereka yang sebagian besar memang peminum minuman keras. Kekerasan dalam komunitas mereka sendiri tidak jarang terjadi. Perkelahian antar anak Punk atau sekedar saling melakukan tindakan kekerasan ketika mereka berjoget didepan panggung sebuah acara musik punk. Kekerasan saat mereka menikmati musik ini seperti sudah menjadi sebuah ritual dalam komunitas punk. Saling memukul dan saling menendang bahkan bergulat bergulingan menjadi hal yang biasa saat mereka berjoget mengikuti irama lagu. Hal ini mereka anggap sebagai ungkapan kebebasan. Dalam komunitas ini kekerasan tidaklah menjadi sesuatu yang anti sosial. Menurut mereka, mereka melakukan kekerasan biasanya karena mereka diganggu lebih dahulu. Namun mereka bukanlah sumber dari kekacauan.
Di Jakarta Komunitas Punk yang biasanya bermatapencaharian di bidang informal. Misalnya berjualan aksesoris perlengkapan pakaian punk, kaset-kaset punk (yang biasanya bajakan), dan usaha lainnya yang biasanya tidak jauh dari gaya hidup mereka. Tidak sedikit juga dari mereka yang menjadi polisi cepek di putaran-putaran jalan dan menjadi pengamen. Mereka dalam kehidupannya sebagaimana sudut pandang mereka yang anti kemapanan maka dalam hal mata pencaharian mereka tidak mencari untung yang sebesar-besarnya. Mereka mencari uang hanya untuk bertahan dan menikmati hidup serta untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya.
Tidak jarang massa Punk menggelar aksi demonstrasi terhadap pemerintah. Mereka terkadang membawa nama suatu partai dalam aksi-aksinya dimana banyak massa Punk yang tergabung dalam partai politik tersebut. Punk juga mempunyai ideologinya sendiri tentang politik. Ideologi mereka dalam menyikapi proses politik adalah Anarki. Keanarkian ini dianggap sesuai dengan motto Do It Yourself yang mereka anut. Keanarkian ini yang dimaksud ialah tidak adanya pemerintahan.
Hal-hal seperti diataslah yang dapat menyebabkan suatu subkultur Punk dinilai sebagai suatu penyimpangan oleh masyarakat umum. Tidak hanya perorangannya namun juga kebudayaannya itu sendiri. Kebudayaan ini biasanya disosialisasikan ke anak-anak muda sekitar 12-18 tahun. Suatu bentuk kebudayaan yang menawarkan kebebasan dan anti kemapanan yang disosialisasikan kepada anak usia remaja akan sangat mungkin untuk diserap oleh remaja-remaja itu.
Anggota kebudayaan ini tidak selalu anak-anak muda. Tidak sedikit orang-orang dewasa yang mungkin sudah tidak bergaya hidup punk namun masih ber ideologi punk dan bersemangatkan sudut pandang Punk. Dalam melihat sebuah kebudayaan kita harus melihatnya secara holistik dan dengan menghilangkan sikap etnosentris. Kebudayaan Punk juga harus dilihat dari sudut pandang mereka juga. Masing-masing kebudayaan mempunyai suatu nilai-nilainya sendiri. Walaupun Punk mempunyai kebudayaan yang berbeda dari masyarakat pada umumnya tetapi mereka tidak dapat dipisahkan sepenuhnya dari masyarakat umumnya. Karena itulah Budaya ini menjadi suatu subkultur dalam budaya urban industrialis.
Pengimitasian juga sangat mungkin terjadi dalam proses enkulturasi Punk karena adanya pengidolaan bintang-bintang musik Punk yang menjadi model bagi pengimitasi. Pengidolaan yang dialami remaja sangat mungkin menjadi sebuah proses enkulturasi dimana remaja yang masih labil disosialisasikan suatu bentuk budaya yang dapat diikutinya. Proses regenerasi budaya (enkulturasi) ini melalui pembelajaran yang bersifat imitasi dari kebudayaan pendahulunya. Pengenkulturasian ini tidak terlepas dari peran media yang mendorong terjadinya proses enkulturasi. Selain melalui musik, proses perambatan nilai juga terjadi melalui media lain misalnya media cetak. Sistem informasi mereka juga melalui suatu sistem yang mandiri. Mereka menerbitkan semacam media cetak dalam bentuk buletin atau majalah independen yang dibuat dengan biaya sendiri yang seadanya. Media cetak independen ini disebut Zine. Zine -diambil dari kata Magazine- sebenarnya tidak hanya ada di komunitas Punk namun juga komunitas minoritas lainnya misalnya komunitas sastra, homosexual atau hacker.
Bentuk-bentuk munculnya budaya punk dapat dilihat sebagai bentuk bricolage yang dilakukan oleh pemuda dalam menghadapi budaya yang sudah ada sebelumnya. Pemaknaan baru dari makna yang sudah ada sebelumnya terjadi dalam bentuk-bentuk fashion statement. Penggunaan peniti, kalung anjing, asesoris fetisisme dan berbagai bentuk lain juga menunjukkan pemaknaan baru dari berbagai hal yang sudah memiliki makna sebelumnya. Bentuk-bentuk inilah yang menjadikan punk sebagai sebuah sistem subkultur yang berbeda.

Pemberitaan Media Massa

Dalam bagian ini akan dibahas mengenai pemberitaan media massa yang berkaitan dengan tindak kenakalan anak yang dilakukan oleh punk. Setelah dijelaskan mengenai Subkultur Punk sebagai sebuah bentuk kenakalan anak, maka pada bagian ini akan dibahas perihal pemberitaannya dalam media massa yang dapat menimbulkan prasangka dan stereotipe oleh masyarakat terhadap punk.
Dalam sebuah pemberitaan di Tempo Interaktif tanggal 26 Januari 2004, tertulis dalam judul berita “Polisi Jember Tangkap Tujuh Remaja Punk”. Dalam kasus ini sebenarnya mereka yang ditangkap tidak melakukan tindakan melanggar hukum pidana apapun. Mereka ditangkap karena adanya laporan warga yang merasa terganggu dengan keberadaan yang sudah dianggap meresahkan. Penangkapan ini tidak akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini. Yang menjadi fokus permasalahan adalah pemberitaan yang mengidentifikasikan mereka sebagai “remaja punk”. Pengidentifikasian “remaja punk” dapat menimbulkan respon dari masyarakat berupa anggapan bahwa perilaku setiap punk adalah suatu perilaku yang menyimpang.
Pada kasus pemberitaan lain juga dapat dilihat contoh serupa. Dari data yang diambil pada Liputan6.com yang merupakan situs internet dari program berita televisi Liputan 6 di SCTV, pernah menyiarkan berita dengan headline berjudul “Memeras, Tujuh Punkers Dicokok”. Pada pemberitaan ini bahkan wajah anak ditampilkan dan pada pemberitaannya dijelaskan bahwa mereka adalah anak-anak bergaya punk dengan definisi tentang rambut serta pakaian mereka. Pemberitaan semacam ini juga dapat menimbulkan pandangan yang sama terhadap orang yang bergaya sama.
Beberapa kasus lain yang juga serupa misalnya pemberitaan pikiranrakyat.com yang berjudul “Polres Amankan Anak Punk”. Selain dalam headline biasanya identitas punk juga tercantum dalam isi berita seperti terjadi dalam berita berjudul “Seorang Pemuda Tewas dengan Jarum Suntik”. Dalam berita tersebut dijelaskan tentang banyaknya tindikan dan gaya berpakaian pemuda tersebut yang dijelaskan sebagai bergaya punk. Kasus-kasus pemberitaan tersebut dapat menimbulkan reaksi dalam masyarakat yang semakin menganggap punk sebagai sebuah penyimpangan. Reaksi yang dijelaskan oleh Cohen dan Young muncul dalam bentuk munculnya anggapan menyimpang dari masyarakat yang semakin besar. Media massa dengan kemampuannya menjangkau banyak orang memiliki dampak yang besar dalam pembentukan opini. Pembentukan opini akan mendorong terbangunnya citra punk sebagai penyimpangan. Dampak lebih lanjutnya adalah prasangka atau stereotip terhadap mereka yang memiliki identitas punk. Sementara itu prasangka sudah terjadi dalam masyarakat seperti diberitakan dalam kasus yang dimuat Tempo Interaktif, bahwa beberapa punk ditangkap tanpa tuduhan pelanggaran pidana apapun. Penangkapan dilakukan hanya berdasar laporan warga yang menganggap perilaku mereka sudah meresahkan. Hal ini tentu sangat disayangkan karena banyak dari mereka yang masih tergolong anak.
Media massa memerlukan upaya untuk membuat beritanya semakin menarik. Dengan pencantuman identitas anak sebagai punk maka berita tersebut mempunyai nilai jual yang lebih karena memiliki nilai sosial yang lebih besar dimana muncul penampakan perbedaan nilai kultural yang terjadi dalam bentuk subkultur punk. Keunikan punk juga menjadi nilai tambah bagi nilai jual berita tersebut.
Sumber:
Tulisan ini dikutip dari makalah ujian akhir semester mata kuliah Kenakalan Anak di Indonesia yang ditulis oleh Pondra Novara Priyono, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia (2005).

5 komentar:

  1. oia kalo anak udah terlanjur menjadi punkers, apa yang harus kita lakuin biar anak itu lepas dari kehidupan punkers itu sendiri?

    BalasHapus
  2. sebenarnya agak susah juga ya kalo udah terlanjur seperti itu, karena setau saya pola hidup mereka sangat berbeda dari anak pada umumnya..
    kehidupan jalanan yang mereka jalani pun sangat keras..
    kemungkinan jalan untuk menarik mereka dari kehidupan itu adalah dengan mengubah pola hidup dan kebiasaa2 mereka,disini peran orangtua dan kerabat dekat sangat berpengaruh..
    harus ada pengawasan yang ketat dari pihak ortu dan kerabat untuk mengubah pola hidup dan kebiasaan mereka, agar mereka kembali ke kehidupan awal mereka dan tidak kembali ke kehidupan punkersnya..

    BalasHapus
  3. slam knal, ckup obyektif yang saudara tuliskan, hanya saja saya tdk melihat punk sebagai penyimpangan. perbedaan budaya menjadikan punk berbeda dengan budaya pda umum nya (budaya mainstream)pnyimpangan yang dilakukan merupakan persoalan personal, bukan persoalan punk itu sendiri. yang bnyak terjadi semua orang ingin me "normalisasi" person yang terlibat dalam punk, dan mnurut saya itu bukan hal yang bijak. mreka punya hak budaya, hak berekspresi karena anarkisme adalah peletakan kebebasan kepada individu, jd yang sharusnya dikritik adalah individu nya, bukan punk itu sendiri.
    trimakasih bnyak mbak..... ;)

    BalasHapus
  4. Saya setuju dengan pendapat saudara Fajar., "Punk" bukanlah swatu penyimpangan. Hanya saja remaja saat inilah yang menyalagunakan suatu gaya hidup punk menjadi pelarian diri pada problema keh. shari-hari mereka. Dengan pengetahuan yang relatif sngat sdikit tentang apa itu punk., mereka dengan bangganya mengaku diri sebagai punkers.,dengan pakaian dan pnampilan yang "waah banged". Sebenarnya., pada saat remaja inilah, mereka mencari jati diri., mereka juga mencari karakter pda dri mreka sndiri...
    Untuk menghilangkan mungkin sukar., krna dlam komunitas punk sndiri., trdpat solidaritas kelompok yg tinggi., mereka hidup bersama bebas , tnpa kekangan.
    namun untk menghindari rmaja" masuk ke dunia punk., mungkin dengan 'kasih syang yg cukup' perhatian pada problema anak., baik di sekolah., atau di lingkungan pergaulannya.. Mksih., itu argument saya.....

    BalasHapus
  5. punk yang dalam arti sebnarnya bukan anak2 punk dengan sikap yang seperti kita lihat sekarang ini, kebanyakan mereka hanya ikut2an tanpa tahu apa arti sebenarnya dr Punk itu sendiri. karena Punk itu bukan gaya hidup rambut mohawk, gemar mabuk, atau bertingkah seperti berandal... punk tiu dalam negara asalnya adalah sebuah bentuk protes yang dilakukan kaum yang tergusur oleh kaum Kapitalis dimana saat itu terjadi banyak pengangguran.. dan Punk adalah salah satu bentuk dr protes tersebut..

    BalasHapus